Sejenak ku tersipu malu melihat gambar wajahmu yang baru ku kenal…tak apa walaupun baru sekilas gambar aku melihatmu, cukup membuatku bahagia. Senyummu yang lebar membuat ku tertawa geli, rasanya seperti gulali yang senantiasa melekat erat di pikiranku. Aah…itu baru aku yang mengenalmu lewat gambar,dan kemudian ku tertunduk sayu menatap rerumputan. Ku hempaskan tubuhku di rerumputan hijau sambil menatap langit luas. Ada apa dengan hatiku, berdegup kencang tatkala memikirkanmu. Ini tak adil, sambil terus menatap langit luas yang berarakan awan biru. Seharusnya aku tak memikirkanmu, tapi terus menyelimuti akal sehatku. Lagi, wajahmu muncul diantara awan biru di atas sana. Apakah salah aku memujamu? Aah,ini konyol…terpatri di hati ini ialah aku memujamu.
Rasa ingin tahu ini kian membuncah seiring berjalannya waktu, aku pun semakin rajin melihat rupamu. Suatu kali, aku melihatmu dari kejauhan, engkau bercanda asik dengan para bidadari. Cantik dan mempesona berdandan ala putri di sebuah negeri dongeng. Akupun kembali meragu, pangeranku lebih tertarik dengan pesona wanita bersolek. Kembali aku bertanya, apakah aku harus seperti mereka??
Ku berjalan di sela-sela pepohonan yang rindang, mencoba mencari tempat duduk untuk membuka catatan harianku. Di ujung pohon elm, kutemukan sebuah kursi panjang berwarna putih di bawahnya. Tanpa pikir panjang ku melangkah kearahnya. Sesosok pria duduk di kursi itu, akupun duduk tepat disampingnya. Tersenyumlah, memastikan itu senyumanku yang paling manis. Pangeranku duduk tepat disampingku, tak ada jarak yang memisahkan aku dengannya. Rasa ini,bukan kepalang senangnya. Kubuka catatan kecilku dan kucoba lukiskan wajahmu di atas kertas dengan goresan tinta. Tak ingin mengusikmu yang sedang asik membaca buku. Akupun begitu tak ingin lewatkan sedetikpun waktu berdua bersamamu. Aah..ternyata aku memujamu, semakin memujamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar