Minggu, 17 Juli 2011

Jiwa yang Sepi


Lembayung  telah menampakan dirinya di sudut langit yang luas. Udara berhembus dengan perlahan dan menyapu wajahnya dengan lembut. Di sebuah sofa berwarna hijau tua seorang gadis remaja  duduk termangu sendiri. Sore itu Gabriella yang sedang resah selalu saja menengok ke luar jendela.
Tiba-tiba Ia menitikan air mata di pipinya yang lembut. Entah apa yang ada di pikirannya. Kemudian Ia mencoba menyadarkan dirinya agar tak terhanyut dalam kesedihan. “ Gabriella, kamu udah makan belum?” tanya sesosok suara dari arah belakang Gabriella. Ternyata Ibunda Gabriella menghampirinya.
“ Gabriella ga laper bu,ntar aja makannya. Lagian tadi abis jalan bareng Zefa sama Talia”. Oh ya udah, Gabriella ibu sama bapak mau pergi ketempat tante Eni dulu,kamu dirumah sendiri ga papa kan?
“Ya, ga papa..lagian ntar lagi juga kak Irene pulang.”
Da...ibu….da…..bapak……..
Dan tak lama dari itu ibu dan ayah Gabriella melaju dengan kendaraan roda duanya.
Gabriella dikenal dengan remaja yang penuh warna dalam hidupnya, tak ada teman yang tak dekat dengannya bahkan kaka’ tingkatnya di perguruan tinggi pun senang bergabung dengan nya dan juga teman-temannya.
Gabriella suka di juluki teman-temannya Perusuh, karena Gabriella selalu punya ide-ide kreatif untuk menjahili teman-temanya. Tapi walaupun ia suka mengganggu tetap saja teman-temannya tak keberatan. Karena Gabriella selalu membantu teman nya untuk urusan membagi-bagi ujian atau tugas yang bejibun.
Dukkkk…..dukkkduukk…dukkkdukk….
Suara ketukan yang begitu keras membangunkan Gabriella dari mimpi indahnya…
Seperti biasa ibu yang begitu rajin menggedor pintu kamar Gabriella dengan kerasnya disetiap pagi,,yah bisa jadi suara ketukan itu berkecepatan 180km/detik.
Gabriella pun berusaha mengangkat tubuh mungilnya dari tempat tidur dengan bermalas-malasan walaupun nyawanya belum terkumpul tapi ia berusaha bangkit berdiri.
“iya bu,,Gabriella udah bangun ko’..”
Ibu mau kepasar dulu, kamu cepet bangun sekalian bangunin kaka’ kamu.
Gabriella pun duduk di dekat meja makan sambil mendengar ibu nya yang terus berbicara bak babaranjang. Setelah ibu nya pergi Gabriella pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk tidur lagi. Jam dindingnya masih menunjukan pukul setengah enam pagi. Tapi tak lama kemudian, ia tersadar ia harus membangunkan kaka’ nya yang ternyata lebih susah bangun pagi di bandingkan dirinya.
“ka………..,,bangun hari ini masuk kerja ga?” udah jam 7 tuh.
“aah, Gabriella boong, udah ga mempan itu kan kicauan lu dari jaman dinasti tse.”
“yah, terserah kaka aj deh, yang penting Gabriella udah ksi tau.”
Antara sadar dan tak sadar Irene kaka Gabriella segera beranjak dari tempat tidurnya, setelah ia melihat jam ke ruang tamu ia pun tersadar.
“dimaaaaar……”
“ gw bilang juga apa, kali ini ga pake boong, lu sih ga dengerin gw.”
Secepat kilat Irene masuk kamar mandi,10 menit kemudian ganti baju dan  5 menit kemudian make-up lalu 5 menit kemudian berangkat. Hmmm… Lumayan keren untuk ukuran cewe jorok.
Gabriella yang usil tersenyum puas melihat kak’ nya  Irene yang gerasak-gerusuk.
“dasar Gabriella jelek,,awas lu ya!”
“ye…kan gw tadi udah bangunin lu, tapi kga percaya. Ya udah….nih minum teh dulu biar segeran ”
“hehehe…oke deh thank you adik ku yang paling manis.”
Gabriella pun mengantarkan Irene sampai kedepan pintu, Irene menghidupkan mesin motornya dengan keras.
“ka, jangan lupa oleh-oleh nya ya…hehehehe”
“okeh,,cowo dua iket kan,,secara lu g pnah punya cowo.hahahahahaha….”
Irene tertawa senang melihat wajah Gabriella yang memadam.
“ye….awas lu yah”

Lalu Irene menancap gas nya dan berlalu begitu saja.
Dengan bermalas-malasan Gabriella membereskan rumahnya, hal yang membuat Gabriella tak betah di rumah adalah pekerjaan rumah tangga.
Namun ketika ia melihat foto dinding yang tergantung rapi ia mulai tak bisa menahan emosinya. Ia masih tak bisa melupakan sosok bayangan diri itu. Ia berusaha menenangkan dirinya dan bergegas kebelakang.
Setelah semua beres, Gabriella siap untuk tancap gas ke kampus. Walaupun ia tau hari ini kampus libur untuk persiapan ujian tapi ia berpura-pura ada jam kuliah.hehehe….biar dapet jatah katanya sih.
“aku jodi,jomblo ditinggal mati…….”idih norak banget sih Nsp nya Talia, cape deh.
Aduh angkat dong, ”crkk…..”
”halo…lia lu dimana, gw udah di kampus nih, ma Zefa kan…
“wih satu-satu kali nanyanya..” iya gw di lorong...lu sini aja.
“ya, ya gw kesana..”
Tak lama kemudian ketiga remaja itu asik ngobrol sambil berkutat dengan laptopnya masing-masing. Zefa yang sibuk dengan facebooknya sedangkan Talia yang  hobi  download lagu dangdut secara ngefans banget sama Raja dangdut.
Berbeda dengan Gabriella yang lebih tertarik dengan artikel dan cerita pendek.Senja semakin terasa menyengat kulit para remaja itu, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.
Seperti biasa Gabriella yang sekarang  umurnya  diatas rata-rata belum juga memilki gebetan dan terpaksa harus pulang sendiri sambil gigit jari, tetapi ia berusaha menikmati kesendiriannya.
Malam harinya, Gabriella berkumpul bersama dengan keluarganya untuk makan malam. Ia dan juga Irene menyantap makan malamnya dengan lahap, namun tetap saja di hati Gabriella masih ada yang kurang lengkap.
Berhubung Gabriella yang seharian penuh padat dengan aktivitasnya ia merasa kelelahan dan segera tidur.
Pukul 02.25 pagi Gabriella merasa bajunya mulai basah, ia berkeringat dan gelisah. Jauh di dasar mimpinya  ia melihat bayangan sesosok anak laki-laki yang tersenyum lembut kepadanya dan ia berusaha untuk mendekatinya tetapi bayangan itu  terasa semakin menjauhinya. Ia terduduk di sudut gelap mimpinya dan ia merasakan bayangan itu kembali mendekatinya. Tubuh yang dingin itu terasa nyata memeluknya dengan erat dan membuat Gabriella tidak bergeming. Tiba-tiba ia merasa sesak dan mencoba untuk keluar dari mimpinya.
Pagi harinya, Gabriella terbangun lebih awal dari ibunya. Ia sudah duduk di ruang keluarga sambil menghidupkan televisi.
“ Gabriella, hari ini kamu kuliah ya?” tanya ibunya.
“ ga bu, hari ini Gabriella ga kuliah tapi mau ngerjain tugas di rumah Zefa”.
Dengan anggukan kecil ibunya pun menyetujui kata-kata putrinya, ibu bagi Gabriella adalah sosok ibu yang sangat sabar. Sabar menghadapi kedua putrinya yang bertambah dewasa sabar menunggu putrinya tiba dirumah walaupun ia agak cemas dengan pergaulan jaman sekarang. Ibu juga yang selalu memberikan kata-kata mutiara disetiap waktu luang. “jangan pernah merasa gagal, ketika kamu terjatuh, tetapi anggaplah yang membuatmu terjatuh adalah kunci keberhasilanmu” itu adalah Kalimat yang sering diucapkan ibunya.hmm….lumayan kerenlah kata-katanya.
Pagi itu mendung menyelimuti kota kecil dimana ia tinggal bersama keluarga kecilnya. Merasa tidak  bisa berbuat banyak Gabriella pun merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Pikirannya melayang jauh ia berusaha mengingat mimpi yang akhir-akhir ini mengganggunya. Tiga malam terakhir ini ia terus di kelilingi bayangan itu. Ia masih tidak bisa melupakannya, waktu telah berjalan empat tahun lamanya.
Seorang adik laki-laki pernah ada dalam kehidupannya, pada waktu itu umur adiknya masih 14 tahun. Tak ada jarak yang bisa memisahkan mereka berdua. Tiap ada kesempatan mereka selalu menghabiskan waktu berdua. Gabriella sangat hati-hati menjaga adiknya. Setiap kali Ia memperhatikkan tingkah adiknya itu mulai dari Ia  jatuh cinta dan memiliki permasalahan dengan teman-teman sebayanya Gabriella selalu  merasakan perubahan yang ada dalam diri adik tercintanya.
Gabriella hanya tersenyum ketika memutar kembali memori empat tahun yang lalu.
Sampai pada akhirnya Gabriella berada dititik kemarahan ketika sadar adiknya telah lama pergi. Ia masih merindukannya. Ia benci ketika mengingat adiknya sakit karena serangan tumor ganas yang menggerogoti tubuh yang seharusnya makin berisi tetapi makin lama makin menyusut. Ia merasa rapuh, tak ada kata yang bisa terucap kala itu, kedua orangtuanya hanya bisa menangis menyesali semuanya. Ka’ Irene yang menangis sejadi-jadinya terus mengutuk tangan-tangan dokter yang mengoperasi nya sebanyak dua kali.
Segalanya hancur, Gabriella tak bisa berbuat banyak begitu juga dengan ka’Irene ataupun kedua orangtuanya selain menjaga dan menemaninya.
Saat-saat dimana Ia akan pergi, saat itu juga Gabriella tak ada disampingnya. Hari itu tepat pada tanggal 28 maret, ia pergi untuk selamanya.
Gabriella  terduduk disudut kamarnya, setelah memutar kembali kenangan itu. Ia menangis hatinya masih terasa sakit dan tak mampu berkata apa-apa.
Ia takut untuk meninggalkan adiknya sendiri jauh disana. Namun ia berusaha untuk melawan ketakutannya itu walaupun ia tahu jiwa nya masih terasa sepi dan tak menentu ketika tahu bahwa ia sudah tiada.
Terkadang ia mampu mengendalikan perasaannya dengan baik tapi terkadang  ia juga tak bisa menutupi perasaan rindu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar