Minggu, 14 Agustus 2011

Love Story in a Room

Kamis, 11 Agustus 2011 pukul  7.30 wib
Di kala malam yang sunyi, dirinya membawaku bersama dinginnya malam yang menusuk. Ia  membawaku hanya untuk sekedar mengucapkan kata perpisahan. Deru mesin roda dua yang terus melaju membawaku dalam lamunan panjang. 


Malam semakin larut, ada perasaan yang bergejolak di dalam diri. Dirinya  ucapkan kata “ kamu  tak memberikan perhatian lebih padaku” . Seraya terdiam di boncengan roda dua nya. Pikiranku melayang-layang jauh, terpaan angin malam yang menampar kedua pipiku menembus tepat di hatiku.  Aku ingat, aku hanya membalas ucapannya  dengan dingin. Tapi ia tidak tahu kata-katanya  membuatku merasa rapuh.


Malam semakin larut, kulepaskan kedua tanganku di lingkar pinggangnya. Rangkain kata yang ia ucapkan membumbung tinggi tertiup angin. Kulihat punggungnya yang hangat dari belakang, namun aku tak kuasa untuk memeluknya.

 Malam semakin larut, kau dan aku membisu. Sepanjang perjalanan hanya lampu-lampu kota yang temaram mengiringi perjalanan ini. Di sudut-sudut jalan yang gelap, kembali kau dan aku membisu. Tak banyak percakapan diantara kita.


Tak ingin mengingat kata-katanya  tapi tetap saja bermain di isi kepalaku. Emosi yang bergejolak, menuntunku ke sebuah labirin panjang. Tak berpintu, tak berkaca, tak berujung dan tak bertuan. Menangis pun tak ada gunanya, karena hanya aku yang mampu keluar dari perangkap itu sendiri.
Ingatlah bahwa aku pernah mengatakan bahwa aku memilih untuk tersakiti, karena aku tak suka menyakiti orang lain. Wanita bermain dengan perasaan dan hati, memilih untuk tersakiti bukan  pula berarti hanya bisa menerima dan mengalah , namun menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan luapan jiwa dengan cara yang lembut dan berbekas.

Kulihat kearah langit luas, hitam pekat tanpa bintang. Entah apa yang ia pikirkan saat itu, aku tak bisa menerka apa isi hatinya. Biarlah malam itu jadi kenangan untuknya  dan untukku, kenanglah saat kau dan aku berdua. Kenanglah karena aku kan mengenangnya.

Kamis pagi, pukul 7.30 wib, dengan sisa keberanianku. Aku bertemu dengannya, ku melangkahkan kaki dan berdiri tepat di depannya. Tak banyak kata yang keluar dari bibirku, hanya bisa tersenyum dan tersenyum.  Jikalau aku di ijinkan untuk menyapanya hanya dua kata yang aku ingin katakan padanya  “jangan pergi”.

2 komentar:

  1. cie2,, yang sudah mengerti cinta,, bahasanya dalem,,smoga nie cerita di baca si abng...nun jauh di sana,,

    BalasHapus
  2. hehehe...blum mengerti ko' bang, cuma memahami makna cinta (ari genee, ngomongin cinta.malesss banget.com)hihii

    BalasHapus